Kerek Industri Olahan Kakao dan Ikan, Kemenperin Cetak SDM Andalan

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Kementerian Perindustrian terus menggenjot kompetensi sumber daya manusia (SDM) di sektor industri pengolahan kakao dan perikanan. Tujuannya untuk memacu kebijakan hilirisasi industri di kedua sektor tersebut, sehingga meningkatkan nilai tambah sumber bahan baku yang dimiliki di dalam negeri. 

“Industri pengolahan kakao dan pengolahan ikan merupakan sektor-sektor yang saat ini mendapatkan prioritas pengembangan agar lebih berdaya saing global,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Eko SA Cahyanto di Jakarta, Selasa (27/8). 

Menurut Eko, pihaknya melalui Balai Diklat Industri (BDI) di Makassar, telah rutin menyelenggarakan Diklat 3 in1 (pelatihan, sertifikasi, dan penempatan) untuk menopang peningkatan produktivitas pelaku industri pengolahan kakao dan perikanan, khususnya di wilayah Sulawesi Selatan. Diklat ini juga diharapkan dapat mencetak wirausaha baru, termasuk pelaku industri kecil dan menengah (IKM). 

“Peserta Diklat 3 in1 ini ditargetkan akan menjadi SDM yang berkualitas dengan bekal kompetensi dan kedisplinan yang didapatkan dari BDI Makassar. Selain itu, mereka bisa menjadi pengusaha muda yang nantinya memiliki usaha yang mampu menyerap tenaga kerja baru,” paparnya. 

Eko menyampaikan, pada Sabtu (24/8) pekan lalu, dirinya telah melepas sebanyak 150 lulusan Diklat 3 in 1 yang diselenggarakan oleh BDI Makassar. Mereka merupakan peserta Diklat pembuatan aneka olahan berbasis ikan untuk angkatan 25 tahun 2019, kemudian Diklat pembuatan aneka olahan berbasis cokelat untuk angkatan 10, dan Diklat pembuatan desain kemasan produk pangan untuk angkatan 17. 

“Kami optimistis, peserta Diklat 3 in 1 tersebut akan berkontribusi untuk mendongkrak kinerja industri pengolahan kakao dan perikanan di dalam negeri, yang sekaligus akan turut mendorong peningkatan kinerja industri makanan dan minuman,” tuturnya. Apalagi, industri makanan dan minuman adalah satu dari lima sektor andalan dalam implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. 

Kepala BPSDMI menyebutkan, industri pengolahan kakao di dalam negeri mampu menghasilkan produk yang kompetitif di pasar domestik hingga ekspor. “Produk olahan kakao dari dalam negeri telah diminati pasar global. Bahkan, seiring perkembangan zaman, cokelat menjadi kebutuhan gaya hidup masyarakat saat ini,” ungkapnya. 

Potensi pengembangan industri pengolahan kakao di Indonesia masih prospektif karena didukung sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sebanyak 81 persen produk yang dihasilkan industri olahan kakao di dalam negeri, telah diekspor ke berbagai negara berupa produk cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder. 

Sepanjang tahun 2018, ekspor produk cocoa butter dan cocoa powder, masing-masing mengalami peningkatan sebesar 14,13 persen dan 12,28 persen dibanding periode yang sama pada tahun 2017. Neraca perdagangan produk kakao olahan masih surplus di tahun 2018, dengan total nilai ekspor menembus angka USD1,12 miliar. 

“Pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat, lemak cokelat, makanan dan minuman dari cokelat, suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao, serta kebutuhan untuk kosmetik dan farmasi,” sebut Eko. 

Sementara itu, Kemenperin terus mendorong peningkatan utilisasi industri pengolahan hasil perikanan nasional. Kebijakan strategis yang dijalankan, di antaranya menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memfasilitasi kemitraan yang terintegrasi antara hulu dan hilir guna menjaga pasokan bahan baku dalam menopang produktivitas sektor tersebut. 

Selanjutnya, menerapkan standar dan memanfaatkan teknologi modern melalui bantuan mesin dan peralatan pengolahan hasil laut ke daerah-daerah potensial. “Upaya yang juga terpenting adalah pengembangan kualitas dan kuantitas SDM industri melalui pelatihan jaminan mutu dan keamanan produk industri pengolahan hasil laut serta tentang teknologi proses produksinya,” papar Eko. 

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas laut 5,8 juta km2 atau dua pertiga dari seluruh wilayah Indonesia, dinilai sebagai sebuah karunia karena memiliki keanekaragaman kehidupan hayati seperti ikan dan terumbu karang maupun nonhayati. Dengan potensi sumber daya alam yang cukup besar tersebut, pelaku industri pengolahan ikan diharapkan dapat memanfaatkan secara optimal sehingga berdampak pada peningkatan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja.(p/ab)